Kamis, 06 Oktober 2016

Kehilangan

Hari itu, aku terbangun sendiri.
Ada satu rasa yang tiba tiba hinggap.
dan aku mengenal rasa ini.
Setelah bertahun tahun aku berhati hati dengan rasa itu,
kini ia datang
Sepi... Sedih...

Setelah bangun pagi buta, memasak untuk sahur kami berdua, aku putuskan untuk kembali merebahkan diri selepas subuh.
Ya,, sekedar mengganti jam tidur yang tadi telah terpakai, agar tidak terlalu mengantuk nanti di kantor. #alibi
Ditengah antara sadar dan tidak, aku masih mampu menangkap kesibukan suami mempersiapkan diri untuk berangkat kerja.
Ya,,, dia emang pengertian, mudah-mudahan aku tak termasuk istri yang tak telaten mengurus suami. hihi...
Kulirik jam, masih 05.30 batinku, biasanya dia berangkat jam 06.00, berarti masih ada sedikit waktu untuk kembali kupejamkan mata.
Keputusan yang kemudian aku sesali.

Seperti mengerti dan memahami apa yang aku azzamkan, mata ini terbuka otomatis di jam 06.00. Namun apa yang terjadi adalah, tidak ada tanda kehadiran dia di momen aku membuka mata. Ku coba menajamkan pendengaran, berharap masih ada dia di rumah. Nihil. Ternyata dia telah pergi.

Tiba-tiba
Kosong,,, Sepi,,,

Rasa itu menyergap dan menguasaiku dengan sekejap.
Kurasakan sakit di ulu hati. Tanpa mampu kubendung, airmataku pun jatuh. Aku menangis.

Entahlah, aku merasa kesepian. Rasa yang selama ini aku coba untuk hindari.

Hal yang kami coba bangun dan biasakan adalah berpelukan sebelum kami berangkat kerja.
Karena jauhnya jarak tempat ia mengajar, selalu ia yang pergi lebih dulu.
Tapi hari ini ia memutuskan untuk pergi tanpa pamit.
Meski aku mengerti, ia hanya tak mau menggangguku yang tengah terlelap.
Tapi, ulu hatiku yang sakit ini tak mampu aku tutupi.
Aku menangis sendirian. Ternyata ini rasa perpisahan yang selama ini aku takutkan.
dan melankolisnya aku, muncullah pikiran-pikiran yang sebetulnya tidak penting, bahkan terkesan mengada-ada.
Pikiran yang membuatku merasa semakin bersalah.
picture taken from gambar88.com

Ternyata pernikahan ini telah sampai pada titik aku bergantung padanya, hingga Allah pun memberiku pelajaran dengan kejadian yang mungkin dianggap sepele oleh orangnya.

Semoga bukan sekedar menghibur hati, kesadaranku tentang hikmah pagi itu. 
Ya,, bisa jadi Allah tengah memberiku pelajaran, bahwa rasa kehilangan yang selalu kucoba untuk hindari akhirnya aku dapati juga. 
Aku memang selalu memilih untuk menyendiri ketika ada satu masalah. Berkontemplasi. Namun nyatanya, aku hanya tengah mempersiapkan diri akan perpisahan, kehilangan, juga kesendirian. 

Itulah aku, selalu mencoba untuk kuat. Mencoba bergantung hanya pada Allah. Meski kadang sepi, namun kesepian itu yang selalu aku belajar untuk menikmatinya. Karena toh nanti dikubur juga sendiri, ya kan??
#just another aliby.


finished at office, 6102016, 13:47


Rabu, 01 Juni 2016

My [another] Big Dream

18 Mei 2016
Bismillah...
Kurang dari 24 jam lagi mungkin statusku akan berubah. Ya,, besok, tepatnya 19 Mei 2016 yang dipilih untuk menjadi tanggal bersejarah perubahan besar dalam hidupku. Setelah esok, akankah aku tetap menjadi diriku sendiri, ataukah aku akan menemukan bentuk lain dari diriku sendiri. Katanya, pernikahan sejatinya mampu menunjukkan siapa diri kita.

Satu kekhawatiranku adalah akankah aku tetap bebas dalam bermimpi.

Bicara mengenai mimpi. Inilah beberapa mimpi besarku, yang aku bawa serta ke tanah suci. Tempat paling sakral untukku juga untuk seluruh umat muslimin.
a. Aku sangat berhajat mampu menjadi seorang ibu rumah tangga, yang 100% waktunya didedikasikan untuk anak dan suami, juga keluarga besar. Mimpi ini bukan tanpa alasan, karena aku ingin anak-anakku kelak akan menjadi bagian dalam perjuangan tegaknya agama Allah. Jikapun tidak mengecap manisnya kemenangan agama ini, mereka akan gugur dalam perjuangan menegakkannya. Aamiin.
b. Aku ingin mendampingi mamah belajar agama di masa tuanya. Sangat sedikit sekali waktu yang aku alokasikan untuknya. Begitu banyak yang ingin aku sharing dengan mamah terkait bagaimana belajar menjadi sebaik baik wanita. Bayangan mendampinginya memasuki usia tua, membuatku #baper.
c. Aku ingin menjadi seorang mentor buat Winda, adik perempuanku. Ya,, dia generasi muda yang sangat berpotensi. Aku hanya ingin menjadi saksi kesuksesannya menjadi manusia paling bermanfaat dimuka bumi. Sedikit berlebihan tak apa kali ya,,

01 Juni 2016
Kini, setelah hampir dua minggu menyandang status baru, memang mimpi mimpi besar itu belum terlihat. Tapi aku yakin semua azzam itu terkubur sangat dalam di relung hati, menjadikannya ruh untuk senantiasa bergerak menuju pencapaian cita dan mimpi itu. Mimpi di poin pertama that leads to another dreams, memang tidak terjadi. Tapi, sejatinya Allah menyimpan semua mimpi-mimpiku itu, untuk nanti di satu waktu Allah persembahkan untukku. Aamiin. Bi idznillah.


Kamis, 17 Maret 2016

#Tentang Rasa

Shalat maghrib berjamaah telah selesai 10 menit yang lalu di mesjid kampus itu. Seorang gadis terburu buru memasuki mesjid. Hatinya bersyukur melihat ada satu orang lelaki yang tengah shalat, tak akan ia sia-sia kan meraup pahala 27 derajat. Meski sempat ragu, tapi kehadiran seorang lelaki lain yang mendekati lelaki pertama meyakinkannya bahwa mereka tengah shalat wajib. Alhamdulillah.


"Terimakasih Allah, masih memberiku kesempatan untuk shalat berjamaah meski harus masbuk." pikirnya.

Ia menunggu sampai sang imam bangkit dari sujud keduanya. Ia pun lalu bertakbir.


Bacaan fatihah sang imam sangat merdu, terlebih sang imam melanjutkan bacaannya dengan ayat-ayat awal surat Al Mu'minun, makin meleleh-lah hatinya. Air matanya tak mampu terbendung lagi. Ia menangis tersedu sedan. Betapa lelah yang ia rasakan hari ini menguap dengan bacaan syahdu sang imam. Teringat betapa selama ini shalatnya belum termasuk khusyu', betapa masih banyak ke-sia-sia-an yang ia lakukan, betapa amanahnya sebagai mahasiswi juga seorang kader organisasi da'wah yang tengah ia pikul masih jauh dari sempurna tertunaikan. Hatinya mengadu pada Allah. Memohon ampun. Air matanya berderai terus menerus seiring bacaan surat sang imam.

selang beberapa lama.

Sang imam mengucap salam, namun ia kembali bangkit untuk menyempurnakan satu rakaat yang tertinggal diawal.

Sang gadis tak menyadari, momen ketika ia menangis itu cukup membuat sang imam bertanya-tanya tentang siapa ma'mum perempuannya. Mungkin karena jarak yang tak terlalu jauh, dengan suasana yang lebih lengang membuat isak tangisnya terdengar jelas. Dengan terus melantunkan dzikir ba'da shalat lelaki itu mencoba menahan hasrat untuk melirik ke arah perempuan yang menjadi ma'mumnya.

Di rakaat terakhir, emosi gadis itu semakin mereda. Tak ada lagi isak tangis. Ia pun khusyu' melantunkan doa setelah salam. Entahlah, tiba tiba saja terbersit dalam doanya. Indah kiranya memiliki seorang imam dalam rumah tangga yang selain merdu suaranya juga begitu fasih bacaan quránnya, seperti yang barusan menjadi imamnya.

Hatinya berdoa, "Ya Allah,, boleh minta satu yang seperti dia [sang imam]"

Hati dan bibirnya sedikit tersungging dengan permintaan yang sedikit konyol itu.


Ia berucap Aamiin. Dan ketika telapak tangannya sedikit demi sedikit menyibak wajahnya yang manis -karena masih tersisa sedikit senyuman disana, tiba tiba matanya bertabrakan dengan mata sang imam yang tengah berbalik badan hendak keluar mesjid setelah selesai menunaikan ba'da maghrib. Hijab di mesjid tersebut hanya berupa kayu setinggi orang duduk, maka dari itu sangat mungkin jamaah pria ketika berdiri dapat melihat jamaah perempuan. 

Seketika senyum simpulnya hilang, berganti dengan wajah pucat pasi. Meski hanya sepersekian detik mata mereka beradu, namun ketidaksengajaan itu mampu membuat debaran jantungnya sedemikian kencang. Kaget, senang, sekaligus merasa bersalah. Semuanya campur aduk menjadi satu dalam hati dan pikiran gadis itu. Sejurus kemudian ia tertunduk, sementara sang imam berlalu pergi meninggalkan mesjid. Momen tadi menyisakan kebingungan di hati gadis itu. Kemudian dengan limbung ia tunaikan shalat dua rakaat ba'da maghrib, kembali menangis. Tangis kali ini tak pecah seperti sebelumnya. Tak ada suara isak, yang ada hanya air mata yang tak henti mengalir. Tangis yang berasal dari rasa bersalah yang mendalam atas perasaan yang sempat hadir semenit yang lalu.


Adalah Hafizh, sang imam itu. Ketua panitia acara besar tahunan kampus dimana ia menjadi salah satu anggotanya. Sebelumnya mereka memang bertemu di rapat pleno persiapan acara tersebut. Kemampuannya mem-visualkan visi dan misi, serta kepiawaiannya dalam mengelola semua perangkat kepanitiaan membuat setiap anggota panitia berdecak kagum. Laki-laki maupun perempuan. Terlebih mahasiswi. Tak sedikit yang #caper ataupun #baper setiap kali digelar rapat panitia. Belum pernah didapati kesetiaan setiap anggota panitia untuk hadir dalam rapat seperti halnya kepanitiaan ini. Setidaknya itu fakta yang tak terbantah tentang kualitas kepemimpinan seorang Hafizh. 


Pesona itu pula yang singgah di hati Áfifah, gadis yang menjadi ma'mun tadi. Frekuensi bertemu yang terbilang sering, ditambah karisma Hafidz yang tiada seorang pun meragukannya membuat hatinya pun menyimpan rasa kagum. Rasa itu lalu tumbuh menjadi benih benih harapan. Namun, sebagai seorang kader organisasi da'wah yang memang mewakili organisasinya di kepanitiaan itu, ia tak mau terbawa emosi. Ia tak mau ikut-ikutan #baper seperti halnya mahasiswi-mahasiswi itu. Ia harus mampu menjaga diri juga harus malu pada doa yang tersemat dalam namanya. Áfifah, seorang muslimah yang íffah yaitu yang senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Maka, selalu dibunuhnya rasa itu. 


Beberapa alasan ia cari guna mendidik hatinya untuk tak lagi berharap pada sosok Hafizh. Salah satu alasan terkuatnya adalah karena ia bukanlah kader organisasi da'wah kampus seperti halnya dirinya. Ia menimbang dan mengukur kualitas seorang Hafizh dengan rekan satu organisasinya. Alasan ini sangat manjur untuk mereda rasa yang terkadang sulit untuk ia kendalikan. 


Tapi beberapa menit yang lalu, semua persepsi itu terbantah. Seorang Hafizh yang tak banyak ia temui di kegiatan organisasi da'wah kampus ternyata begitu fasih dalam melantunkan ayat-ayat Allah. Tak cuma fasih, namun suaranya pun mampu menggetarkan hati yang mendengarkannya. Áfifah merasa bersalah telah salah dalam menilai kualitas seorang Hafizh, dia telah underestimate terhadapnya. Ia mengadu pada Allah yang Maha Kuat, betapa dirinya maha lemah. Hanya dengan satu rasa ini saja, ia telah merasa sangat kerepotan untuk me-manage hati. Iapun tenggelam dalam istighfar-nya.


Mulai malam ini, hari-hari Áfifah kedepan tidak akan pernah sama lagi. Setidaknya sampai kepengurusan panitia itu berakhir. Biarlah ia titipkan sepotong hati yang memang bukan miliknya kepada Allah, sang pemilik semesta.

Rabu, 17 Februari 2016

#Edisi Lebaii



Biarlah hati ini mencoba setia
Pada satu nama yang telah tertulis dilangit
Meski belum berjumpa dibumi
Biarlah keyakinan ini terus mengkristal di hati
Hingga saat yang tepat Allah pertemukan kami



Selasa, 16 Februari 2016

Ini Tentang Mas Gagah #KMGPTheMovie



Belakangan ini sedang booming film Ketika Mas Gagah Pergi #KMGPTheMovie. Setelah sebelumnya tayang pula film layar lebar bertajuk Tausiyah Cinta yang sama ramenya, alhamdulillah. Memang belakangan ini film-film yang berlatar belakang ke-islam-an sedang marak. Mungkin diawali dari suksesnya film Assalamualaikum Beijing kali ya. Tapi, entahlah,, saya bukan pengamat film soalnya.

Oke, balik ke tema. Tentang #KMGP. Film ini merupakan film adaptasi dari kumpulan cerpennya bunda Helvy (@helvytianarosa), yang konon katanya terbit di majalah Annida tahun 1992 (sudah 24 tahun yang lalu ya...). Cerpen ini banyak memberi pengaruh positif untuk anak-anak muda jaman itu. Menginspirasi mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Menyemangati mereka untuk lebih intens lagi belajar tentang keislaman mereka. Intinya, cerpen yang sangat menggugah. Masih katanya. Karena tahun segitu saya masih sangat ingusan. Hehe. 
[web-nya bunda Helvy, untuk tahu sejarah #KMGP]

Kalo boleh jujur, cerpen pertama yang saya baca karya bunda Helvy dan Mba Asma adalah Titian Pelangi, dan cerita yang sampai saat ini masih melekat adalah cerita tentang Mamih. Adegan paling menempel di memori saya adalah bagaiman bunda Helvy harus menahan malu menggunakan sepatu boots ke kampusnya. Luar biasa.

Tentang kehebatan cerpen #KMGP ini, bahkan sampai ibunda sang pemain utama Mas Gagah (@hamas.syahid) di versi film layar lebar ini juga terinspirasi dengan cerpen bertajuk sama #KMGP. Menginspirasi beliau (@yulyani_ummuhamas) dalam berbagai jalan tentunya. Pernah baca salah satu caption-nya di akun IG beliau, bahwa #KMGP menjadi satu dari sekian banyak inspirasi beliau dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Subhanallah. Ga kebayang jariah yang bunda Helvy tuai dari satu kisah menggugah ini. #iri_positif.

Dan saya sebagai seorang yang melankolis, bener-bener meleleh nonton filmnya. Perpisahan, satu kata yang selalu menjadi momok menakutkan buat saya. #eeaa

Setiap orang pasti memiliki sosok Mas Gagah dalam hidupnya. Sosok yang telah meninggalkan jejak kebaikan dalam hati kita. Sosok yang Allah kirimkan untuk kita lebih memahami tentang hakikat hidup. Tentang makna pertemuan, kebersamaan, bahkan sampai pada arti dari sebuah perpisahan. #mellooww.

Tapi adalah Allah Maha Tahu setiap hati kita. Allah Maha Tahu pelajaran apa yang harus disampaikan oleh lawan interaksi kita. Ada sosok lain selain sosok Mas Gagah yang Allah tunjuk untuk kita peroleh pelajaran berharga tentang hakikat hidup darinya. Bisa jadi merekalah sosok antagonis dalam hidup kita. Sosok yang telah menorehkan luka, rasa takut bahkan benci kedalam hati kita. Pada awalnya memang menyebalkan menemukan sosok-sosok itu, tapi seiring berjalannya waktu, kita fahami bahwa sosok itu memang harus hadir dalam hidup kita. Agar kita mampu belajar, berproses menjadi manusia yang jauh lebih baik.

Seperti kisah Yusuf as yang Allah ceritakan dalam Al Quran. Kisah ini diceritakan ulang oleh seorang ustadz muda karismatik, yang juga merupakan salah satu pemain dalam film #KMGPTheMovie. Beliau adalah ustadz @salimafillah. Ustadz muda yang sangat faham bagaimana menyampaikan kebenaran dengan bahasa kekinian. Mudah difahami dan mudah masuk kedalam hati siapapun yang bahkan baru kali pertama menyimak tulisannya. Selalu ada cinta dari setiap apa yang beliau sampaikan. Luar Biasa ustadz muda ini, usia-nya hanya terpaut 2 minggu lebih dulu denganku, tapi tsaqofah islam-nya luar biasa. And look at me !!! #iri_positif.

Kembali pada bahasan tentang kisah Yusuf as yang beliau sampaikan di akun IG nya. Betapa sangat memungkinkan seorang Yusuf as yang telah mengalami berbagai kejahatan fisik, emosi, bahkan sampai kejahatan seksual menjadi seorang jahat dan antagonis seperti semua orang yang telah memperlakukannya. Tapi Yusuf as dengan petunjuk Allah swt memilih jalan lain. Memilih untuk menjadi manusia terbaik, -memutus rantai kejahatan dan kebencian yang pernah membersamainya- sehingga kisahnya akan selalu menjadi bahan pembelajaran bagi sesiapa yang memiliki kesamaan jalan hidup dengan Yusuf as. Bahwa pilihan ada pada kita, terpurukkah atau bangkit. 
Kalau kata ust. @salimafillah mah "berjuang menjadi gagah"

Inilah hidup, tak selamanya segala sesuatu berjalan sesuai keinginan kita. Kita tak bisa hanya meminta dipertemukan dengan sosok Mas Gagah dalam hidup kita. Ada kalanya Allah menghadirkan sosok saudara Yusuf as dengan kebenciannya, sosok istri Al Aziz dengan intimidasinya, semua hanya sebagai wasilah/tempaan bagi kita untuk mampu mengeluarkan apa apa yang terbaik yang Allah titipan pada diri kita. 

Manusia hanya sebatas berkeinginan, tapi Allah jua lah yang Maha Berkehendak atas kita. Segala sesuatu Allah yang telah menentukannya untuk kita. Bahkan, ketika kehadiran kita mampu menjadi jalan hidayah dan jalan kebaikan bagi orang-orang sekitar, tak layaklah kita untuk berbangga atas diri kita. Karena semua hanyalah JARIAH yang telah Allah takdirkan atas kita. Ya,, semua hanya karena Allah mengijinkan kita menjadi jalan kebaikan bagi orang lain. Bukan, bukan karena kualitas diri dan ibadah kita, sekali lagi bukan. Semua hanyalah ke-Maha Pemurah-an Allah atas kita. #Alhamdulillah

Satu hadist yang sempat menjadi perbincangan di media sosial, terkait penjelasan seorang ulama di salah satu media televisi, hadist-nya tentang jaminan Allah atas Rasulullah untuk masuk surga.

“Tidak ada seorangpun yang dimasukan surga oleh amalnya.”
Para sahabat bertanya, “Termasuk anda, wahai Rasulullah?”
“Termasuk saya, hanya saja Allah meliputiku dengan ampunan dan rahmatnya.” (HR. Bukhari 6467, Ahmad 15236).
Saya tak hendak menyoal kontroversi terkait hadist ini, hanya saja menegaskan pandangan bahwa amal ibadah yang kita lakukan bukanlah penentu kita masuk surga atau tidak. Karena itu adalah hak preogratif Allah. Hanya saja iman, taqwa, dan semua amal ibadah yang kita niatkan semata mata hanya untuk Allah dan untuk mendekat kepadanya, adalah prasyarat utama datangnya keridhoan Allah pada kita. Jika Allah telah ridho, sangat mudah untuk Allah menganugerahkan surga untuk kita. Maka, jagalah selalu kedekatan kita dengan Allah, dengan senantiasa menjaga amalan harian kita. Wallahua'lam.

Senin, 25 Januari 2016

Pupuk Hati


Rabbi,,,
Biarlah ku pupuk hati ini dengan syukur dan ridho
Agar setiap cinta, harapan, dan mimpi yang Kau tanam disana
Dapat tumbuh subur dan menjulang untuk menggapai ridho-Mu jua

Berkali kucoba menanam 
Cinta, harapan dan mimpi disana
Selalu berakhir layu karena kecewa

Mungkin tak seharusnya mereka aku tanam disana
Mungkin seharusnya cukup menggantungkannya padaMu
Karena hanya Kau yang berhak memilih mana yang harus tumbuh disana

Maka ijinkanlah hatiku ini menjadi tanah yang subur
Agar menjadi tempat tumbuhnya cinta, harapan dan mimpi 
yang memang Kau takdir-kan aku atasnya.

******************************


Jika hati telah sebegitu ridho dengan segala ketetapanNya,
maka ia hanya akan disibukkan dengan kerja-kerja besar dakwah.

Tak ada lagi ratapan 
tentang cinta yang tak terbalas
tentang harapan dan mimpi yang kandas 

Karena dakwah ini bukan pekerjaan bagi mereka yang bermental kerdil
ialah kerja mereka yang tangguh, kuat namun lembut hati.
Bi idznillah.


inspired by senandung Al Maidany
"jangan jatuh karena cinta, tapi Bangun karena cinta"

Selasa, 29 Desember 2015

#jalan_sepi

Ialah jalan dimana tak banyak orang melaluinya
Ialah jalan dimana tak banyak teman mau membersamai

Disana terkadang kau harus menangis sendiri
Bukan tak ada teman yang sedia berbagi
Hanya saja merasa tak enak hati
Membebani mereka dengan masalah diri

Jalan ini yang kupilih
Mencoba menjadi manusia yang sedikit
Terpisah dari mereka -orang kebanyakan
Memilih menjadi unik ketimbang cantik

Sampai hari ini pun aku masih belajar
Menerima konsekuensi dari jalan yang kupilih
Terkadang menyesal dan tak jarang terjebak pada persepsi
Tapi selalu kucoba berdiri dan berjalan lagi
Meski dengan tertatih

Mengumpulkan kekuatan untuk kembali tegak
Tau mau rapuh, apalagi roboh

Tak ada satupun yang mampu membuatmu jatuh
Selain dirimu sendiri yang mengijinkannya menjatuhkanmu
Be strong and be brave...


Rabbi,,,
Wahai yang Maha Tahu,
Setiap kali merasa tak pantas dengan doa yang ku panjat,
Itulah aku yang mencoba merendah di hadapan-Mu yang Maha Tinggi,
Bukan, bukan ku hendak berburuk sangka pada-Mu,
Bukan pula hendak tak percaya dengan pengabulan doa dari-Mu,
Hanya saja,, selalu merasa maha kerdil dihadapan-Mu yang Maha Tinggi.

Ajariku doa terindah yang pernah terucap seorang insan.
Ialah doa hati,
yang terdapat ruh dalam setiap untaiannya,
yang terdapat percik harap juga takut akan pengabulannya.

Bismillah....