Selasa, 17 Februari 2015

Bulan Terbelah di Langit Amerika - sebuah resensi pribadi -

Seminggu yang lalu saya selesai membaca buku terbaru Mba Hanum Rais, judulnya Bulan Terbelah di Langit Amerika yang katanya juga akan segera difilmkan tahun ini. Karena tersemangati film islami "Assalmualaikum Beijing"-nya Mba Asma Nadia, saya mulai melirik dan merunut film film islami yang bekualitas lainnya. Dan teringat film 99 Cahaya di Langit Eropa -saya ga sempet nonton di bioskop. Untuk menebus perasaan bersalah karena kurang mendukung film islami tersebut, saya putuskan untuk menikmati karya Mba Hanum dengan membeli semua buku-buku beliau. Ya,, terkecuali buku tentang biografi yang beliau tulis.

Berkisah tentang islamophobia di Amerika Serikat pasca 9/11 (nine eleven) atau disebut juga black tuesday. Petualangan Hanum Rangga ke Amerika, diawali dari permintaan insane sang pemilik modal dari media tempat ia bekerja. Mendasarkan pada oplah media gratisan di Wina itu, Hanum diminta atasannya untuk membuat satu artikel superb. Hanum disodori satu tema atau judul artikel yang memicu perang batin baginya, "Would the world be better without Islam"

Tentu saja semua orang yang mengaku muslim akan marah ketika disuguhi hipotesa itu. Begitupun Hanum, dan ia menolaknya untuk pertama kali. Namun nalurinya kembali tersadarkan, ketika Gertrud -sang atasan- mengatakan bahwa jika bukan ia yang menuliskannya, maka kemungkinan besar hipotesa ini akan terjawab dengan mudahnya. Dengan mencoba meredakan emosi akhirnya Hanum bersedia untuk menuliskannya.

Mulai dari sini, meluncurlah semua penggambaran penulis tentang Amerika yang berkaitan dengan eksistensi Islam disana. Tentang sejarah penduduk asli Amerika Serikat yang dinamai Melungeon, dan keterikatannya dengan para pelancong muslim dari Spanyol, tentang nukilan Al qur'an yang tertera di Instansi Pengadilan di sana, juga tentang Asmaul Husna yang menjiwai isi deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Meskipun di akhir buku, penulis mengatakan bahwa beberapa peristiwa masih bersifat debatable, tak mengurangi semangat penulis untuk membawa pembaca pada petualangan menyingkap eksistensi islam di sana. 

Ya... karena masih bersifat debatable (tentu tidak semuanya), mungkin sekali ada yang merasa kurang puas atau bahkan kecewa, namun cobalah berpikir dari sisi yang berbeda. Seperti Julia Collinsworth yang meminta Hanum untuk tak marah ketika tahu salah satu patung yang berdiri di Supreme Court itu dimaksudkan adalah Nabi Muhammad SAW.


“Apa? Wajah Nabi Muhammad junjunganku terpahat di atas gedung ini? Apa-apaan ini! Penghinaan besar!” seruku pada Julia. Mataku hampir berair menatap patung di dinding Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika Serikat, tempat para pengadil dan terhukum di titik puncak negeri ini.



“Jangan emosi. Tak bisakah kau berpikir lebih jauh, Hanum? Bahwa negeri ini telah dengan sadar mengakui Muhammad sebagai patron keadilannya. Bahwa Islam dan Amerika memiliki tautan sejarah panjang tentang arti perjuangan hidup dan keadilan bagi sesama.

“Akulah buktinya, Hanum.”


Supreme Court

Debatable berarti tidak ada yang salah dan benar. Semuanya masih mungkin. fifty fifty. Hanya masalah waktu yang akan menegaskan mana yang menjadi fakta dan mana yang bukan. Bisa jadi dan sangat mungkin, ada berjuta fakta tentang Islam yang menunggu untuk terungkap di negeri Paman Sam itu. 

Satu hal yang saya rasa terlalu "maksa" dalam buku ini adalah peristiwa koinsidental yang diciptakan. Hal ini juga disinggung penulis di akhir bukunya. Hanya untuk mengingatkan kita bahwa segala sesuatu itu mungkin. Bahwa ada tangan dengan ke-Maha-annya yang mampu menggerakkan apapun, suatu hal yang dianggap tak mungkin dapat sangat mudah terjadi, begitupun sebaliknya. Tapi entahlah,, it's just to common.. Tak terduga sama sekali. Mungkin karena secara pribadi ada pengharapan yang lebih dari itu. 

After all,, it's a good book. 3 stars out of 5. 
Perlu banyak lagi buku ber-genre seperti ini. Untuk menggugah dan mengingatkan bahwa menjadi muslim adalah sebuah kebanggaan. Be a true believers.

Beberapa potongan gambar saya ambil dari google untuk memvisualisasikan bangunan yang disebut di buku tersebut.

Thomas Jefferson Memorial -
founding father America yang mampu berbahasa Arab - 
Abraham Lincoln - Presiden Amerika yang diceritakan keturunan Melungeon

Smithsonian Museum

and last but not least,, the most i curious about is The Central Park of NYC
ternyata benar apa kata Hanum, lebih dari sekedar Central Park,, tapi HUTAN... 
you can find more info of this city park here