Selasa, 29 Desember 2015

#jalan_sepi

Ialah jalan dimana tak banyak orang melaluinya
Ialah jalan dimana tak banyak teman mau membersamai

Disana terkadang kau harus menangis sendiri
Bukan tak ada teman yang sedia berbagi
Hanya saja merasa tak enak hati
Membebani mereka dengan masalah diri

Jalan ini yang kupilih
Mencoba menjadi manusia yang sedikit
Terpisah dari mereka -orang kebanyakan
Memilih menjadi unik ketimbang cantik

Sampai hari ini pun aku masih belajar
Menerima konsekuensi dari jalan yang kupilih
Terkadang menyesal dan tak jarang terjebak pada persepsi
Tapi selalu kucoba berdiri dan berjalan lagi
Meski dengan tertatih

Mengumpulkan kekuatan untuk kembali tegak
Tau mau rapuh, apalagi roboh

Tak ada satupun yang mampu membuatmu jatuh
Selain dirimu sendiri yang mengijinkannya menjatuhkanmu
Be strong and be brave...


Rabbi,,,
Wahai yang Maha Tahu,
Setiap kali merasa tak pantas dengan doa yang ku panjat,
Itulah aku yang mencoba merendah di hadapan-Mu yang Maha Tinggi,
Bukan, bukan ku hendak berburuk sangka pada-Mu,
Bukan pula hendak tak percaya dengan pengabulan doa dari-Mu,
Hanya saja,, selalu merasa maha kerdil dihadapan-Mu yang Maha Tinggi.

Ajariku doa terindah yang pernah terucap seorang insan.
Ialah doa hati,
yang terdapat ruh dalam setiap untaiannya,
yang terdapat percik harap juga takut akan pengabulannya.

Bismillah....



Rabu, 09 Desember 2015

Sahabat

Entah apa yang menjadi awalan kenapa akhir akhir ini saya seneng banget dengerin lagu "sahabat" nya Ali Sastra. Bukan lagu baru banget juga sih, karena sudah sering saya denger di radio. Tapi akhir akhir ini saya mulai mendengarkan lagu itu dengan hati, bahkan sering nangis nonton video clip nya. Lha.. Kenapa?

Merasa sangat tersentuh sama video clip-nya. Terlebih video clip nya berkisah tentang persahabatan duo personil edcoustic yang fenomenal di dunia per-nasyidan. Dan yang membuat video clip ini lebih melankolis adalah karena satu personilnya -yaitu Aden telah berpulang kepadaNya, mendahului kita semua. Video clip-nya sangat representatif dengan lirik dan lagu yang memang diciptakan oleh almarhum sendiri. #nangis

Melihat video clip dan memaknai liriknya menyadarkan saya akan satu hal, ternyata saya tak punya seorang sahabat :(

Pengalaman perpisahan dan kekecewaan membuat saya senantiasa tertutup dan terkesan menjaga jarak pada siapapun. Selalu meminta hati untuk merasa cukup hanya dengan Allah. Berkeluh kesah dan mengutarakan semuanya hanya pada-Nya. Tak salah memang, tapi ternyata saya merasa ada satu ruang kosong dalam hati.

Saya selalu mencoba untuk menjadi pendengar yang baik bagi siapapun yang bersedia bercerita pada saya. Mencoba memberi alternatif solusi dari setiap masalah yang mereka hadapi. Ya.. Bahasa keren nya belajar menjadi bijak, dan bersama sama belajar bagaimana bersikap bijaksana.

Mungkin adalah insecure namanya, ketika saya tak pernah merasa nyaman untuk bercerita pada seseorang. Tak berani untuk memposisikan orang lain sebagai sahabat -tempat berbagi berbagai hal. Selalu berpikiran, mereka pun miliki masalah sendiri tak bijak dan tak tega rasanya menambahnya dengan beban masalah saya.
Padahal bisa jadi mereka akan sangat senang ketika dipercaya menjadi tempat curhat, seperti apa yang saya rasakan ketika ada yang bercerita dan berbagi masalahnya dengan saya.

Tapi tetap tak mudah untuk saya. Rupanya saya lebih nyaman untuk memposisikan sebagai pendengar dan pengamat, ketimbang menjadi pelaku.

Dan dengan lagu "sahabat" nya Ali Sastra ini, membuat saya semakin yakin, bahwa kekosongan ini hanya bisa di isi oleh sosok sahabat. Seorang teman yang mampu menjadi tempat yang nyaman untuk bercerita dan berbagi segala hal. Sosok yang mampu menghapus insecure menjadi secure. Sosok teman untuk juga bersama sama berjuang menuju-Nya. Teman seperjalanan meniti jalan dakwah yang panjang dan tak pernah mudah. Teman yang mampu saling mengingatkan dikala lupa, dan mengoreksi dikala salah. 

...Semoga segera hadir...

Sahabat by Ali Sastra
Ciptaan alm. Deden Supriadi (aden edcoustic)

Sabtu, 21 November 2015

#edisigalau

Semenjak punya HP baru dan id instagram, jadi sering bikin #textgram. [heii,, kemane aje!]
Salah satunya adalah gambar ini. 

Sengaja hanya saya posting di blog ini, agar tak terkesan menyebarkan virus ke-galau-an di akun sosmed saya. 
[asumsi: tak banyak yang buka blog saya jadi bisa meminimalisir efek; humble banget ya:-D ]

Maksud dari gambar ini adalah mencoba memberikan fokus lain[khusus bagi saya] agar bisa #move_on dari meratapi Mr. Right yang tak kunjung datang. Terlebih ketika pertanyaan dari keluarga tak kenal waktu dan situasi. [hiks.. andai mereka tahu apa yang saya rasakan;lebaii]

Rata-rata jawaban standar dari para pembicara seminar pra nikah adalah "jadikan diri kita lebih pantas"
"isilah masa penantian dengan senantiasa memperbaiki dan mematutkan diri"
Awalnya sih saya sepakat dan setuju, tapi setelah mencoba berjalan [#moveon] dengan jargon itu, merasa ada yang kurang pas dengan saya. [peringatan: efek yang ditimbulkan bisa bervariasi]

Saya merasa nasehat itu berkata "berarti selama ini saya tak pantas dan tak baik??" 
#mikirlagi

Ya... Memang nasehat itu tak selamanya cocok dengan kita. Layaknya obat, ada yang cocok dan manjur dengan obat generik ada juga yang manja, harus pake obat mahal. Hehe... Seperti itulah nasehat bagi saya. 

Hal yang paling penting bagi saya adalah bagaimana menguatkan diri dan menambah kesabaran. [hasil perenungan sebagai seorang single fighter]

Yang petama adalah menguatkan diri, yaitu kuat dalam menghadapi pandangan orang dengan ekspresi setengah kasian dan setengah empati pada saya. 
#mutlak pendapat pribadi B-)

Yang kedua adalah menambah kesabaran yaitu sabar dalam doa dan harapan. Cari resep dari semua juru nasehat tentang pentingnya konsisten dalam berdoa. Karena buah kesabaran itu sangat indah. 

Kaya lirik lagunya Westlife: that everything has got its place in time... 
So... Be wise and patience...
[ketauan deh anak jaman mana]

At last but not least,, jodoh kematian itu sudah sangat pasti datangnya. Dan memang kita tak pernah tau posisi kita, apakah lebih dekat kepada jodoh Kematian atau kehidupan. Wallahua'lam.




Senin, 05 Oktober 2015

Aku, dan Pekerjaanku

Menjadi perempuan yang bekerja memang tak gampang. Begitu banyak tantangan yang dihadapi. Tantangan untuk hati, idealisme, dan juga ego. Mungkin bukan bagi kaum perempuan saja, bagi laki-laki pun bisa jadi sama adanya.
1.EgoYaitu,persepsi seseorang tentang harga dirinya, yang seterusnya mempengaruhi keyakinan dirinya.taken from :psikologi2009.wordpress.com
Hari ini tak akan mengupas tentang apa itu ego dan lain sebagainya, hari ini hanya ingin menuliskan sesuatu yang datang dari pemikiran pribadi. Bahwa sebaik apapun kita bekerja, orang lain akan menganggapnya biasa saja. Bahkan ketika kau pertaruhkan idealisme atau mungkin mencoba tuli terhadap nurani, mereka tak akan pernah tahu. 

Ya,, karena setiap orang selalu merasa paling baik. Sehingga tak ada lagi ruang di hati dan pikiran mereka untuk menyanjung atau bahkan sebatas mengucapkan terima kasih. Tak ada empati, karena setiap orang sibuk dengan struggle nya masing-masing. Mungkin ini yang dinamakan individualisme. 

Dan, aku tak hendak menjadi satu diantara berjuta orang macam itu. Aku ingin senantiasa memelihara rasa empati, mencoba memahami dan menyelami pemikiran yang tercermin dalam tingkah dan tindakan.

Empati tak akan datang kepada hati yang keras, ia menyapa hati-hati yang lembut. 
Melakukan segala sesuatu sebaik mungkin yang aku mampu, dengan tetap mempertahankan batas batas kemampuanku. Sepandai mungkin memilah waktu untuk diri dan keluarga, tanpa abai terhadap tanggungjawab pekerjaan. Ya... sepertinya itu jalan yang paling bijak untuk kulakukan mengingat posisiku sebagai pegawai. 

Bertanggungjawab terhadap pekerjaan itu bukanlah bekerja tanpa henti, tiada jeda. Tapi, lebih kepada cerdas mengatur waktu. Memberikan hak yang layak untuk setiap hak yang harus ditunaikan. 
Kebosanan memang akan selalu hadir, terlebih ketika pekerjaan yang ditangani bersifat kontinyu dan monoton. Bijaksana sepertinya kalau sesekali mengambil jeda. Bukan, bukan untuk terlena dalam jeda itu, dan tidak menyelesaikan pekerjaan yang tertinggal. Tetapi rehat untuk menemukan semangat baru. Untuk lebih baik dalam bekerja dan menyelesaikan pekerjaan. Untuk meminimalisir kesalahan.

Semua rangkaian kata ini keluar, diawali oleh komentar seorang rekan kerja yang begitu menohok. "Kalo sibuk kenapa masih punya waktu untuk jalan-jalan." 
Jalan-jalan di waktu istirahat maksudnya. Pulang istirahat memang seringkali lebih dari waktu yang ditentukan. Tapi, masih dalam batas yang wajar saya pikir. Ya,, itu dia,, semua orang merasa paling bener. 

Tapi, kembali pada "bijak" dalam menilai. Setiap orang batasan struggle-nya berbeda, daya tahan terhadap stress nya juga berbeda. Jadi,, ya,, selama kita punya alasan yang masuk akal dan tidak dibuat-buat serta tidak berlebihan,, masih tidak masalah sepertinya. 

Selasa, 11 Agustus 2015

Negeri dalam Mimpi

Aktivitas rutinku selepas kuliah -di sela-sela menunggu panggilan kerja adalah membaca buku. Salah satu buku yang berhasil aku selesaikan adalah buku Sirah Nabawiyah karya syaikh shafiyurrahman al-mubarakfury yang sangat tebal. Dan hal itu masih menjadi prestasi tersendiri buatku sampai saat ini. 

Ritual setelah selesai membaca beberapa halaman buku, aku merebahkan diri di salah satu kursi -kami menyebutnya kursi sudut. Karena alasan space kursi ini dibiarkan terpisah dengan yang lain dan sengaja di letakkan di samping jendela kaca dekat dengan meja belajar di lantai dua rumah kami. 

Tempat ini menjadi spot favoritku ketika membaca buku di siang hari. 
Karena dari kursi ini aku bisa langsung melihat langit lewat jendela kaca di sebelahnya. 
Bersih dan birunya langit menjadi penyejuk mataku yang kelelahan. 
Aku telungkupkan buku di dada, lantas melihat jauh ke angkasa sana.
lalu memejamkan mata dan menarik nafas panjang. 
Damaiiii.... membuat mimpi mimpi itu sangat dekat dan seolah nyata. 

Mimpi tentang berada jauh di negeri seberang, memberi manfaat kepada sebanyak banyaknya orang disana. Lalu dalam mimpi itu aku tersadar bahwa sejauh apapun aku berjalan hanya akan ada satu langit yang sama. Langit-Mu. Langit yang kupandangi disana kelak adalah langit yang sama yang kupandangi di sudut kursi di rumahku ini. 

Kini mimpi itu kian jelas. Bisa jadi adalah salah satunya.

Hari ini, entah berawal dari mana dan entah siapa yang membuat gambar ini termuat di halaman kronologi FB-ku. Tapi yang jelas karena gambar tersebut aku menulis di halaman ini. Berbicara dan menuliskan tentang mimpiku yang tak pernah aku tuliskan sebelumnya. Mimpi yang lebih senang aku nikmati dalam angan dan khayalku. 
Just like a dream of a princess that dreaming about her white horse prince. 
So disney doesn't it... :D

taken from FB : Tokyo Camii dengan caption "197 students came to learn more about Islam."

Satu keyakinan yang entah datang dari mana senantiasa berbisik, bahwa negeri seberang dalam mimpiku itu adalah Jepang. Bahwa langit yang kelak kupandangi jauh ber-ratus kilometer dari kursi tempatku merebahkan mimpi itu adalah langit Jepang. Ya... Jepang, negeri paling timur dunia, negeri tempat terbit matahari ini kelak akan makin bercahaya dengan Islam.


Negeri kafir yang islami ini kelak akan lebih mulia dengan Islam. Kelak ia akan membersamai kami dalam aqidah. Dan aku akan menjadi bagian dari barisan itu, barisan penyampai indahnya Islam disana. Aamiin. Insya Allah.

Tiada doa yang sia-sia, tiada mimpi yang percuma. 

Jumat, 31 Juli 2015

Hikmah Puasa[ku]

Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa...

dan jawaban bijak sang Bapak

Lapar mengajakmu rendah hati selalu...

Rasa kemanusiaanku mulai terusik di hari-hari terakhir puasa Syawal tahun ini. Entah awalnya dari mana tiba-tiba saja gambar manusia manusia kelaparan menari nari di benakku. Di Ethiopia dan entah dari negara mana manusia manusia itu berasal, sebagian besarnya memang berkulit hitam dengan latar pemandangan tanah yang tandus, kering, berdebu dan air yang jauh dari layak minum. Bocah bocah dekil dengan ingus dan luka "borok" di kulitnya. Ada juga gambar seorang balita kurus kering dengan perut buncit di gendongan seorang ibu yang terlihat menangis dan ya kurus juga. 


Oo.. Rabbi... betapa sedikit sekali hamba bersyukur. Astaghfirullah.

Ketika menjelang berbuka yang sibuk kupikirkan adalah menu apa yang enak untuk kusantap, sementara di belahan bumi yang lain mereka tak punya pilihan kecuali tetap dalam keadaan puasa. 

Di siang hari itu, di barisan shaff shalat dhuhur airmataku tak mampu lagi kubendung. Ia meluncur bebas tanpa sanggup kuhentikan. Gambar-gambar itu terus berputar di kepalaku dan menambah sakit di ulu hatiku semakin perih. Sakit yang berasal dari kesadaran betapa sedikit sekali aku bersyukur. Betapa seringkali aku berlebihan dalam memuaskan nafsu perutku. #Astaghfirullah

Lantas, doa pun mengalir untuk mereka yang tengah dilanda kelaparan juga berbagai kesulitan yang disebabkan oleh kerakusan sebagian manusia lainnya, di sana, di belahan bumi yang jauh juga yang dekat. 

Benarlah kiranya nasihat dari sepotong lagu di atas, bahwa puasa membuat kita rendah hati. 

Semoga hal ini adalah juga pertanda hatiku kian lembut. Aamiin.






Selasa, 16 Juni 2015

S * Y * U * K * U * R

Menempati ruang kerja di lantai 4, dengan pemandangan langsung ke arah flyover kebanggaan urang Bandung -Pasupati, ditemani instrumental dari Depapepe. 
Angin berhembus lembut dari sela jendela yang dibuka setengah. 
Alhamdulillah. 
Matahari hari ini juga begitu cerah. 
Meski jarang merasakan hangatnya, tapi senantiasa merasakan cerah ceriahnya dari ruangan ini.

Ya Rabbi...
Wahai yang mengatur hidup dan kehidupanku
Sungguh, tak ada lagi yang hendak kuminta,,
Tersebab hamba telah terliputi semua karuniaMu

I am overwhelming by Your love
O Rabbi,, I'm gratitude for it

Semua pinta itu hanyalah ekspresi ketidaktahuan hamba
Kemaha dho'if-an hamba akan segala sesuatu
Ialah rangkaian kata penenang pikir dan pendamai hati

Semua pinta itu adalah
Karena aku makhluq dan Kau Khaliq
Karena aku membutuhkan pengabulan doa dari Mu

Seems like this song is the most representing my feeling today...
enjoy the love of our Creator,,,

I Love You So by Maher Zain


Alhamdulillahirabbil'alamiin...

Senin, 01 Juni 2015

The Journey : Kuala Lumpur-Malacca-S'pore-Batam [so late post] Singapore

Bismillah,,,

Tulisan terakhir ini memang sangat sangat luar biasa. Tidak seperti menulis ke-empat catatan sebelumnya yang terkesan mengalir begitu saja, kali ini saya harus berkali-kali googling termasuk menggunakan bantuan google map untuk memastikan data mengenai tempat-tempat yang kami singgahi. dan jujur hal itu malah membuat kami semakin tertawa lebar, menertawakan kekonyolan kami waktu itu. [thanks to me, tentunya untuk semua kekonyolan selama di S'pore :D]

Berangkat dari Malaka Sentral menggunakan Operator bus S&S International Express, dengan tempat pemberhentian di Keypoint Building, Beach Road, Singapore. Kekhawatiran akan sulitnya menemukan guest house kami yang berada di Jalan Pinang, Komplek Mesjid Sultan pun benar-benar terjadi. Semua itu hanya karena kurangnya persiapan untuk menjelajah S'pore, juga tidak siap dengan plan B tentang operator bus keberangkatan dari Malaka.

Setibanya di Beach Road, saya memberanikan diri bertanya pada seorang ibu dan seorang anak muda yang kebetulan tengah bersenda gurau di area gedung tempat bis kami berhenti, sepertinya mereka sekuriti di gedung tingi tersebut. Saya bertanya mengenai arah menuju Mesjid Sultan. Ekspektasi yang besar selalu sebanding dengan kekecewaan. Karena si ibu itu berjilbab, wajar sepertinya kalau saya miliki ekspektasi yang besar kalau beliau tahu mengenai arah Mesjid Sultan, tapi ternyata yang ditanya malah balik nanya sama si pemuda. dan dengan jawaban kurang meyakinkan, beliau bilang bahwa Komplek Mesjid Sultan ada dibelakang jalan ini (red: beach road). Jawaban yang disertai senyum ketidakyakinan mereka, membuat saya lebih tidak percaya diri. Kami [atau lebih tepatnya saya] putuskan untuk mencoba mencari jalan sendiri.

Kami pun berjalan menyusuri Beach Road, ditemani gedung-gedung pencakar langit yang nampak sangat tidak ramah [wajar lah, hanya sebuah dinding soalnya, jadi ga bisa senyum]. Logika nya simpel aja sih, kata si ibu tadi kan di belakang jalan ini (red: beach road), so,, menyusurinya dengan berjalan lurus kedepan maupun berbalik arah, toh akhirnya bakal sampai juga di bagian belakangnya kan. hehe... konsekuensinya ternyata tak sesimpel logikanya.

Di ujung Beach Road, kami menemukan persimpangan, karena bermaksud menuju belakang Beach Road, kami belok kiri di persimpangan tersebut menuju Crawford Street [tau dari google]. Menyusuri Crawford Street yang [ternyata] cukup panjang, ditengah terik matahari, dengan bakcpack yang lumayan berat, ditambah sarapan pagi yang sangat sangat minim menjadi atribut kepayahan kami waktu itu. [semakin merasa bersalah sama temen seperjalanan :'( ]

Seperti perjalanan menemukan Mesjid Malaka, kami lalui kepayahan kedua kali dalam menemukan komplek Mesjid Sultan dari bus stop di Keypoint Building, Beach Road. Menyusuri Crawford Street dengan beberapa kali berhenti untuk rehat dan meneguhkan langkah. Sangat berharap dapat segera menemukan kejelasan arah menuju guest house kami di komplek Mesjid Sultan. Tiba di ujung Crawford Street, yang ternyata dibelah oleh Kallang Street, dengan Lavender Street disebrang jalannya. Kami berhenti di persimpangan dan berbelok ke arah kiri menuju Kallang Road. Ya,, masih dengan logika [yang katanya simpel tadi] bahwa saya hendak memutar menemukan bagian belakang Beach Road untuk menemukan Komplek Mesjid Sultan. 

Tak jauh setelah kami berbelok arah ke Kallang Road, karena khawatir semakin lama terlunta lunta di jalanan saya kembali memberanikan diri bertanya kepada seorang passer by, a chinesse woman. Saya tidak bertanya tentang Mesjid Sultan tentunya, tapi bertanya arah area Bugis. Dia kemudian menunjukkan bahwa di depan ada station MRT, kami bisa naik MRT ke Station Bugis (EW12) yang merupakan pemberhentian berikutnya dari station MRT tersebut. Itulah station MRT pertama yang kami singgahin, station MRT di Kallang Road itu adalah Station Lavender dengan kode EW11, jalur MRT warna hijau. [thanks to google map]. 

dibawah ini saya capture peta perjalanan kami dari Keypoint, Beach Road sampai ke MRT Lavender kemudian berakhir di MRT Bugis. Perjalanan yang lumayan panjang dan melelahkan.




























Memasuki gedung MRT Station Lavender kami pelajari peta Singapura yang terpampang di pintu masuk menuju eskalator turun dengan seksama. Itulah enaknya di Singapura, informasi mengenai apapun mudah ditemukan dan sangat sangat accessible. Alhamdulillah semuanya berangsur membaik dan terkendali.

Tiba di Station Bugis, kami menyusuri Victoria Street menuju Jln. Pinang. Alhamduillah, bersyukur ternyata sudah sampai area Mesjid Sultan. Tapi nampaknya kami masih harus berlelah lelah sedikit untuk menemukan Superb Hostel -tempat kami menginap. Menyusuri Jln. Pinang -yang hanya beberapa meter- dari pangkal ke ujung jalan namun tak nampak bangunan dengan nama hostel tersebut. Merasa tidak yakin dengan penglihatan kami, kami mengulang untuk menyusuri Jln. Pinang dari Victoria street sampai ke ujung Mesjid Sultan, nihil. Masih tak menemukan hostel tersebut. Melihat nomor urut bangunan dan mencocokannya dengan email konfirmasi pemesanan kamar pun tak ditemukan. Karena nomornya ga berurutan. Lalu, entah bagaimana awalnya, terbersit menghampiri pintu dengan tulisan All Inn. Subhanallah, ternyata memang itu bangunan hostel nya. Padahal dah bolak balik liat tulisan itu,, hehe... Entahlah, saya kurang faham dengan perbedaan penamaan di booking web dengan fisik bangunannya. 
Well... itulah pengalaman hari pertama kami di Singapura,, temanya muter muter muter,,, round and round and round...

Kesepakatan kami diawal adalah setibanya di Singapura kami akan mengamankan dulu tiket pulang [menggunakan Ferry] ke Batam. Jadi, setelah bersih bersih, shalat dhuhur jama' dengan ashar, berkeliling komplek mesjid -tak lupa berfoto- kemudian makan siang, kami segera meluncur melanjutkan petualangan mencari dermaga Harbourfront yang terintegrasi dengan Vivo City -yang juga merupakan akses menuju Santosa Island-  dengan menggunakan MRT dari Bugis, transit di Outram Park, kemudian menuju ke Harbourfront.


it is me who shoot,, nice one isn't..??!!
Tiba di Harbourfront, kami berkeliling, berputar putar di Mall termegah di Singapura itu. Melihat sekeliling, membaca setiap informasi yang tertera, sampai memberanikan diri bertanya pada official/security di sekitaran Mall tersebut. Sempat nyasar sampai ke rooftop bangunan megah itu, dan apa yang kami temukan bukanlah suasana dermaga dengan tempat antrian penumpang Ferry, melainkan sebuah pool/kolam renang untuk keluarga,, heuheu,,, 
tapi,, the view is just great,, lumayan untuk melepas penat dan melemaskan kaki yang sedari tadi meregang karena banyak berjalan. 



Setelah berjuang tanpa lelah, akhirnya kami menemukan tempat pembelian tiket Ferry. Alhamdulillah. Ternyata bangunannya sedikit terpisah dari bangunan utama,, hhmm,, semacam extended building-nya mall itu. [kira-kira aja sih, dah pada lupa, dah ampir setahun yang lalu soalnya :D]

Ferry's ticket is done! next,, 
kami menyebrang menuju Santosa Island,, ya,, biasa lah,,untuk foto di Icon Universal nya. Karena takut ke-malam-an dijalan, kami mengurungkan niat untuk mengeksplor Santosa lebih jauh. Setelah berfoto kami putuskan untuk kembali ke daratan utama Singapura, rencananya sih menuju Garden By The Bay dan Merlion. 

Seperti yang saya ceritakan diawal bahwa betapa minim nya persiapan kami [khususnya saya] untuk eksplor Singapura, nah kejadian berikut ini adalah akibatnya -selain kejadian diawal kami menginjakkan kaki di bumi Merlion ini. 

Niat awalnya sih ke Garden By The Bay, culun nya saya, waktu liat peta MRT yang dicari adalah nama stasion yang berbau bau garden,, padahal ga ada dasar logikanya tuh,, 
dan akhirnya ketemulah Botanical Garden,, setengah yakin kita turun di stasion itu... :D
dan ternyata,, penampakannya jauh dari yang pernah saya lihat di google tentang Garden by the bay,,, [heuheu,, ya iyyalah,,, dari namanya juga beda kali,,]
woalahh,,, ternyata ini hutan kota tho'... :D
Tapi meskipun salah alamat,, Alhamdulillah,, hutan kotanya sejuk, terlebih untuk kami yang kelelahan. here are some pictures i took...







Hari semakin larut, kami memutuskan untuk segera berangkat menuju Merlion. Ya,,, belum ke Singapura namanya kalo belum berfoto bersama si Singa Duyung itu. Mencoba mempelajari peta MRT di Station Botanical Garden, karena di kali pertama saya menginjakkan kaki di Singapura, kemana mana diantar guide, jadi giliran berangkat sendiri bingung nentuin station mana yang harus dituju. Hhmm... selain itu juga persiapan menjelajah Singapura sangat sangat minim, berbeda ketika di Malaka, semuanya sudah terjadwal dan terencana. #shame_on_me_:(

It's hard and getting harder to recall,, because it's been a year ago since our journey..

Apa yang terjadi berikutnya adalah kami tersesat kesekian kalinya di Singapura, sampai sampai naik turun di dua station yang sama beberapa kali sebelum akhirnya nyampe di Marina Bay [round and round versi kedua]. Semakin menyedihkan ketika keluar dari Station Marina Bay, yang jelas nampak adalah Hotel Marina Bay Sand, Tak ada Merlion. Karena Merlion terletak jauh diseberang Hotel Marina Bay Sand itu. #sotoy sih :D

Merasa putus asa, karena malam semakin gelap. Kami kembali ke dalam station dan bertanya kepada seorang petugas tiket berkerudung, tentang jalan menuju Merlion serta kemungkinan kami tidak tertinggal dengan jadwal terakhir MRT. Dia bilang kalo kami masih mungkin menuju ke Merlion and still able to catch the last train. 
Alhamdulillah, akhirnya kami dapat pencerahan. Kalo dah gini, nyesel banget kenapa ga nanya dari awal awal. #mohon maaf pada teman seperjalanan.




Cerita kami tak berakhir disini. Masih ada cerita kekonyolan lain mejelang kepulangan kami dari Singapura. Adalah tentang keberangkatan dan kedatangan Ferry dari Singapura ke Batam yang salah kami pahami, dan menyisakan cerita tentang kebut-kebutan mengejar penerbangan [yang cuma satu kali dari Batam menuju Bandung itu]. Tentang taksi yang ngebut, tentang belanja oleh-oleh di injury time, dan tentang ketegangan kami didalam taksi selama perjalanan dari centra oleh-oleh menuju Bandara Hang Nadim. Nyaris tanpa kata, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Berkalkulasi jikasaja tertinggal pesawat ke Bandung.

Tapi,, Alhamdulillah semua nya berjalan sesuai rencana, bahkan keberangkatan kami dari Batam menuju Bandung delay beberapa jam karena terkendala satu rombongan yang di recheck beberapa kali oleh kru pesawat. 


Kamis, 07 Mei 2015

[Umrah] Catatan Hati

Mekah, Senin, 13 April 2015. Hari terakhir mulai berani thawaf sunnah sendirian. Sehabis subuh sambil menunggu dhuha, memberanikan diri thawaf sunnah sendirian. Mendengar rintihan doa dari para jamaah, dengan langit pagi yang bersih merasa semakin khusyu dengan doa yang terlantun.

Sehabis 7 putaran, memberanikan diri menerobos jamaah menuju ke rukun yamani, mencium bagian kabah yang tak tertutupi kain. Kemudian penerobosan yang kedua, kali ini tujuannya adalah hijr ismail. Alhamdulilllah, bisa shalat 2 rakaat disana. Doa yg kuminta adalah mengenai orang tua, dan kerelaan tentang Rabb, Dien, dan Rasul-ku, juga doa Ibrahim a.s. tentang anak keturunan yg sholeh.

Sambil beristighfar kucoba menerobos hajar aswad. Sedikit ragu, karena lebih sesak dari dua titik sebelumnya. Kuputuskan untuk mengurungkan niat. Ketika hendak keluar dari perputaran, tiba tiba seorang bapak menarik tanganku, dan bertanya dalam bahasa yang kumengerti,
'sudah dpt blm?'
'belum' kujawab.
'sini... sini.. ikuti saya... Pegang tangan saya.'

Dengan secepat kilat dia membawaku menerobos barisan jamaah yang sangat sesak di depan hajar aswad. Dari caranya menyingkirkan satu per satu jamaah, dan membukakan jalan untukku, terlihat sangat sangat cekatan, lihai dan mantap. Tak seberapa lama akupun berhasil mencium hajar aswad. Momen perjalanan menuju titik hajar aswad, tak henti kusebut.. Radhitubillahirabbaw wabilislamudiinaw wabimuhammadinnabiyyaw warasuula.. Untuk menjaga hati dari khurafat dan mengkulltuskan hajar aswad. Alhamdulillah, ga terlalu lama menunggu, akhirnya dapat kesempatan mencium hajar aswad.

Selama proses dari si bapak itu bertanya, terus menarik tanganku dan akhirnya mengantarkanku mencium hajar aswad, ada beberapa pertanyaan. Ada rasa syukur bahwa Allah telah mengirimkan seorang bapak yang begitu baik mau membukakan jalanku dan mengantarkanku mencium hajar aswad. Namun tak sedikit juga kecurigaan dan kebingungan. Pertanyaan yang tak serta merta terjawab. Posisiku saat itu yang tak memiliki pilihan selain mengikuti si Bapak yang menggenggam tanganku dan membawaku mendekati Hajar Aswad. 


Saat menciumnya, aku teringat akan salah satu sahabat utama rasul yang mencium hajar aswad hanya karena Rasul saw juga menciumnya, tanpa tahu alasannya pun beliau rela mencium hajar aswad, karena kecintaanya pada Rasul saw.

Kucoba menghadirkan rasa itu ketika menciumnya. Dengan penuh khusyu' kucium hajar aswad dengan diawali kalimat 'bismillahi Allahuakbar'. Ternyata bibir ini tak mau lepas dari batu hitam itu, dan tanpa sadar aku menjadi sedikit emosional, kuucap 'bismillahi Allahuakbar' sambil menangis dan sedikit berteriak, bersamaan dengan itu sang bapak menarikku keluar lingkaran sesak manusia, dengan memegang kepalaku sehingga aku tengadah. Subhanallah... Aku makin berteriak dengan kepala menghadap langit dan mata terpejam. Tak berapa lama kamipun berada diluar lingkaran manusia.

Satu hal yang kurasa aneh, si bapak ini tak mau melepaskan tangannya, dan tetap menggenggamku erat sampai kami tiba di tempat yang cukup lapang. Aku mencoba melepaskan genggamannya, sambil mengucapkan terima kasih banyak telah mengantarkanku mencium hajar aswad. Tapi si bapak seperti tak mendengarkanku, ia tetap menggengamku dan kemudain memintaku untuk sujud syukur setelah kami tiba di tempat yang lumayan luas. Setelah selesai aku sekali lagi mengucapkan terima kasih banyak sambil kucoba (atau barangkali sudah) mencium tangannya - tanda takzhim seorang anak pada bapaknya. Untuk lebih mengakrabkan diri aku bertanya nama dan daerah asalnya, sayangnya aku lupa nama yang dia sebutkan, tapi aku masih ingat kalo dia berasal dari Banjar, Kalimantan. Ternyata dia mukimin di Mekkah, kalo ga salah dengar sih dia sedang belajar disana (hal yang selanjutnya aku ragukan).

Di sela-sela jawabannya yang bersamaan dengan pertanyaanku, aku menangkap kata-kata yang janggal. Sulit mengingat dengan jelas apa yang dia katakan,, tapi satu kesimpulan dan arti dari kata-katanya adalah ia meminta sedekahku karena Allah telah mengijinkanku mencium hajar aswad melalui perantaranya. Ya.. Tanda syukur lah...

Si bapak menyebutkan angka 500 riyal [kalo tak salah ingat]. Aku terhenyak kaget, dan dengan kesadaran penuh sambil menyeka air mata dan mengendalikan emosi, kukeluarkan riyal pecahan 100 dan menyerahkannya pada si bapak. Ia nampak tak puas, dia minta ditambahkan lagi riyalnya sambil berkata kembali sebagai bentuk syukurku pada Allah, dan utk bersedekah padanya sebagai seorang mukimin asal Indonesia disana. Akhirnya kukeluarkan lagi pecahan riyal 100 dan kuserahkan padanya. Dia tetaap meminta lagi, lalu kubilang 'ga ada lagi pak...' akhirnya diapun nampak rela. Tak jelas lagi kudengar kata-katanya saat menutup 'transaksi' kami, karena aku langsung berlalu sambil mengucap terima kasih.

Berlalu dengan hati yang penuh tanya, mencoba mencerna apa yang telah terjadi, dan mencoba menghadirkan kesadaran penuh sambil senantiasa beristighfar.

Aku kemudian fokus pada tujuan berikutnya, shalat dhuha. Dengan perasaan kebas, [feeling so numb] aku tunaikan dhuha 4 rakaat dengan dua kali salam. Sesudahnya, masih dengan persaan tidak jelas, sendirian aku kembali ke hotel tempatku menginap. Di perjalanan, sekali lagi aku mencoba mencerna apa yang tadi terjadi. Apa kiranya yang hendak Allah sampaikan padaku.

Kemudian jari ini menuliskan sesuatu di note ponselku :
Can’t believe that I’m such a naive person. I haven’t change yet.

#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@

That’s my whole feeling that day.

Setelah kejadian itu, barulah teringat tentang 'calo-calo' di Masjidil Haram
Astaghfirullahal'adhiim....







Senin, 04 Mei 2015

My Routine ^__*

nemu catatan lagi, tapi kali ini di akun facebook-ku
draft nya per tanggal : 31 Oktober 2011
pukul : 16.14

belum sempet di publish,, karena memang masih gantung kalimatnya... 

@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*


mentari pagi hangat menyapa 
menemani setiap langkah dalam perjalan menuju tempat berkarya

membuka ruang kantor disuguhi pemandangan langit yang bersih

selamat datang kesibukan,,

kucoba menunaikan kewajibanku sebaik mungkin hari ini
berjam jam menatapi si layar datar dengan serius
terkadang tanpa ekspresi 

tetangga sebelah sama sibuknya
seolah kami berada di dunia yang berbeda

tak banyak bicara,, 
hanya keyboard yang tak henti berbunyi

siang datang ditandai suara muadzin dari mesjid kantor 
subhanallah,, suara yang selalu dirindu
ialah rehat jiwa raga yang senantiasa ditunggu. ===>> yang ini mah tambahan, biar ga ngegantung :P 


@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*

Selasa, 21 April 2015

The Journey : Kuala Lumpur-Malacca-S'pore-Batam [so late post] A Way between

Well,, seems like it's not the last one... 

Setelah balada Mesjid Malaka yang melelahkan namun juga menyenangkan, kali ini saya coba mengingat dan menuliskan apa yang kami alami selama perjalanan kami menuju Singapura.

Let's get it started
Berangkat sekitar pukul tujuh pagi waktu Malaka dari guest house menuju Malaka Sentral. Setelah gagal sarapan bakpaw karena kegosongan di microwave. #ngakakgulingguling
(ketauan g pernah pake microwave, bakpaw tuh dikukus bukan dipanggang,,, hehe,, the very stupid of me)
Akhirnya sarapan beberapa potong apel yang dibeli di Giant sepulang dari Mesjid Malaka sehari sebelumnya.
Satu keberuntungan ketika si empunya guest house berbaik hati memanggilkan taksi untuk kami dengan ongkos setengahnya. Kenapa?? emang dapat diskon?? bukan,, kami bayar setengah karena selain kami, ada satu orang bapak Japanesse yang juga hendak menuju Malaka Sentral. heuheu,,, patungan gitu maksudnya... [Efisiensi itu penting buat backpacker,,, :D]

Tiba di Malaka Sentral, dimulailah kegalauan. Entah bagaimana awalnya, kami ketinggalan jadwal keberangkatan dari operator bus 707 Inc. Express seperti yang direncanakan di itinerary. Perlu diketahui bahwa setiap operator bis memiliki tempat pemberhentian yang berbeda di Singapura. Alasan memilih operator itu karena pertimbangan dekat dengan lokasi guest house kami di Singapura. Tapi, karena melihat jadwal keberangkatan berikutnya yang terlalu siang, kami putuskan untuk menggunakan jasa operator lain.

Perjalanan Malaka - Singapura cukup lancar, dan sebagian besar kami habiskan dengan tidur. Selain memang untuk beristirahat, juga untuk menangkal dinginnya air-con (bahasa melayu-y AC) didalam bis yang duinging binggitz.
Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, bis berhenti di sebuah bangunan modern. Awalnya bingung, kenapa bis nya berhenti. Mlanga mlongo, baca situasi, konsekuensi dari malunya bertanya. Padahal kan kata pepatah, malu bertanya sesat dijalan. Tapi pepatah itu tak mempan mengalahkan rasa enggan saya untuk bertanya. #huff

Ditengah kebingungan dan ke-tidakberani-an untuk bertanya, saya mencuri dengar dari seorang penumpang di bis kami yang terlihat seperti seorang guide, bahwa tempat ini adalah check point negara bagian Malaysia. Artinya, it's all about immigration things. Oooww... hehe,, jadi keingetan. Ternyata hasil browsing dan blog walking sebelum berangkat menguap entah kemana.

Oke. Turunlah kita dari bis, according to the guide kita ga perlu bawa barang-barang kita, karena nanti kita akan berangkat menggunakan bis yang sama. Ada untungnya juga kenal sama bahasa Inggris, meski masih pasif.. hehe..
Memasuki check point -yang ternyata bernama- Bangunan Sultan Iskandar [BSI] menggunakan eskalator. Bangunannya cukup megah, memang sedikit kebingungan menentukan arah menuju gerbang pemeriksaan imigrasi, tapi tak terlalu rumit lah, karena rambu-rambu berbahasa Melayu masih mudah untuk dimengerti.
google


Ada satu kejadian menarik setelah melewati gerbang keimigrasian.
Ketika itu kami dihadapkan pada dua pilihan pelik [jreng jreng jreng #lebaii]. Ada dua eskalator turun disana. Kami bingung harus menggunakan eskalator kiri atau kanan. Kami juga tidak tahu where the escalator will lead us to [lebai bombai]. Dan diputuskanlah untuk menggunakan eskalator kanan, simpel aja sih, karena kalo kanan itu selalu lebih baik, in my opinion.

Tapi ketika tiba di lantai bawah, ternyata kami tiba di tempat parkir.. heuheu.. dan sepi banget.
Karena tak nampak bis yang tadi kami tumpangi, kami pun mencoba bertanya pada sesiapa yang kami temui. Kebetulan ada bapak polisi muda yang kece lewat, kami mencoba bertanya. Saya tanya pake bahasa Inggris, karena khawatir salah milih kata kalo pake bahasa Melayu. 

Si Bapak Polisi kece ini malah geleng-geleng kepala, sambil nunjuk-nunjuk arah.
Kalo diterjemah mungkin,, anda bisa coba pergi ke arah sana.. heuheu,, begitu kira kira.
Tak ada pilihan lain, kami ikuti instruksi si Bapak, dan ternyata bener dong, diseberang sana ada bis yang kami tumpangi tadi, dan kami harus menyebrang karena berseberangan arah.

Ternyata, eskalator turun itu menentukan kita berada di sisi sebelah kanan atau kiri dari tempat parkir. Heuheu,, dan ternyata juga bis yang kami tumpangi memang parkir di sebelah kiri... #parah
Jadi,, sebelah kanan selalu lebih baik,, it doesn't work all the time,, it depends on what it's all about.... #lessontolearn

Setelah proses imigrasi di Malaysia selesai, kami berangkat menuju check point Singapura => Woodland. Prosesnya lumayan lancar. Berbeda ketika di BSI, kami turun dari bis dengan membawa barang-barang, karena belum tentu kami menggunakan bis yang sama ketika beres dengan urusan imigrasi. Singkat cerita, bereslah urusan imigrasi [padahal memang tak tersisa detil cerita mengenai imigrasi Woodland di memori ini], dan kami pun menuju tempat parkir, mencari bis dari operator yang sama.

hhmm,,, inginnya sih nerusin ceritanya,, tapi sepertinya akan sangat menyita halaman,, 
jadi,, saya buatkan satu tulisan terakhir saja mengenai cerita kami di Singapura. :D

Kamis, 12 Maret 2015

Another Journey [a spiritual one],, Bismillah...

Rutinitas ternyata bisa membuat mati rasa. Karena ia ternyata mengundang kepenatan.
Ahh,, bahagianya bagi sesiapa yang menjalani rutinitasnya bagai menjalani mimpi.
Sungguh cemburu!

Tepat tujuh tahun, bergelut dengan hal yang sama. Terkadang memang ada permasalahan, tapi bukanlah sebuah variasi yang menyenangkan. Interaksi antar personil yang juga sangat menguras energi, semakin menambah penat. 

Pernah satu kali, ada niatan untuk mengambil rehat panjang. Tapi, sebagai seorang yang senantiasa bermain aman (istilah halus untuk coward; hehe..) kebingungan mencari alasan kuat untuk itu. Alhasil tak pernah rehat panjang sejak pertama kali berkantor dan berstatus pegawai. Sebagai akibatnya, kepenatan ini tak pernah mau menghilang. Seperti sebuah gelas yang terus menerus dituangkan air kedalamnya, lama kelamaan air meluber keluar dari gelas karena tak tertampung.

Mulanya sih merasa yakin bisa mengatasi semuanya. Mengenai rutinitas harian, bulanan bahkan ritual tahunan, juga masalah rekan kerja semuanya masih bisa terkendali. Tapi, ketidakikhlasan dalam berinteraksi dan ber-rutinitas, terlalu banyak berharap pada makhluq yang membuat jiwa ini kian kerdil.

Sang gelas tak pernah bisa men-transformasi-kan dirinya menjadi wadah yang lebih besar untuk menampung air lebih banyak. Ia setia dan rela dengan pikirannya sebagai gelas, terlalu fokus pada air ia lupa bahwa dirinya adalah baskom atau mungkin ember.

Keluh kesah yang membuat kita tak bisa berkembang. Fokus pada pengembangan diri, itu yang seharusnya terjadi, bukan fokus pada masalah yang membuat kita merasa kerdil.

Pernah terlintas ide untuk pergi umroh, sebagai dispensasi rehat panjang yang saya perlukan. Tapi, merasa belum cukup bekal untuk pergi kesana. Karena yang saya tahu, selain harus siap dana juga harus mempersiapkan mental, dan tentunya diperlukan keikhlasan dan lurusnya niat. Bimbang, GALAU, pergi atau tidak. Mencoba mentafsir setiap pertanda, mencari jawab dari kebingungan. Akhirnya, memantapkan hati untuk pergi. 

Sempat mundur lagi, melihat pergerakan dollar yang semakin menggila. Karena jujur, satu yang menjadi ketakutan adalah masalah dana. Tapi alhamdulillah, bulan ini Allah memberi saya bonus, dan itu menjadi penguat niat untuk booking seat di travel ini

Ya.. meskipun belum tentu pergi, setidaknya one step closer untuk pergi umroh. Semoga Allah ridho. Bismillah. 

taken from google