Kamis, 12 Maret 2015

Another Journey [a spiritual one],, Bismillah...

Rutinitas ternyata bisa membuat mati rasa. Karena ia ternyata mengundang kepenatan.
Ahh,, bahagianya bagi sesiapa yang menjalani rutinitasnya bagai menjalani mimpi.
Sungguh cemburu!

Tepat tujuh tahun, bergelut dengan hal yang sama. Terkadang memang ada permasalahan, tapi bukanlah sebuah variasi yang menyenangkan. Interaksi antar personil yang juga sangat menguras energi, semakin menambah penat. 

Pernah satu kali, ada niatan untuk mengambil rehat panjang. Tapi, sebagai seorang yang senantiasa bermain aman (istilah halus untuk coward; hehe..) kebingungan mencari alasan kuat untuk itu. Alhasil tak pernah rehat panjang sejak pertama kali berkantor dan berstatus pegawai. Sebagai akibatnya, kepenatan ini tak pernah mau menghilang. Seperti sebuah gelas yang terus menerus dituangkan air kedalamnya, lama kelamaan air meluber keluar dari gelas karena tak tertampung.

Mulanya sih merasa yakin bisa mengatasi semuanya. Mengenai rutinitas harian, bulanan bahkan ritual tahunan, juga masalah rekan kerja semuanya masih bisa terkendali. Tapi, ketidakikhlasan dalam berinteraksi dan ber-rutinitas, terlalu banyak berharap pada makhluq yang membuat jiwa ini kian kerdil.

Sang gelas tak pernah bisa men-transformasi-kan dirinya menjadi wadah yang lebih besar untuk menampung air lebih banyak. Ia setia dan rela dengan pikirannya sebagai gelas, terlalu fokus pada air ia lupa bahwa dirinya adalah baskom atau mungkin ember.

Keluh kesah yang membuat kita tak bisa berkembang. Fokus pada pengembangan diri, itu yang seharusnya terjadi, bukan fokus pada masalah yang membuat kita merasa kerdil.

Pernah terlintas ide untuk pergi umroh, sebagai dispensasi rehat panjang yang saya perlukan. Tapi, merasa belum cukup bekal untuk pergi kesana. Karena yang saya tahu, selain harus siap dana juga harus mempersiapkan mental, dan tentunya diperlukan keikhlasan dan lurusnya niat. Bimbang, GALAU, pergi atau tidak. Mencoba mentafsir setiap pertanda, mencari jawab dari kebingungan. Akhirnya, memantapkan hati untuk pergi. 

Sempat mundur lagi, melihat pergerakan dollar yang semakin menggila. Karena jujur, satu yang menjadi ketakutan adalah masalah dana. Tapi alhamdulillah, bulan ini Allah memberi saya bonus, dan itu menjadi penguat niat untuk booking seat di travel ini

Ya.. meskipun belum tentu pergi, setidaknya one step closer untuk pergi umroh. Semoga Allah ridho. Bismillah. 

taken from google

Senin, 02 Maret 2015

The Journey : Kuala Lumpur-Malacca-S'pore-Batam [so late post] Malacca

Malacca atau Melaka atau juga Malaka, merupakan ibukota Negara Bagian Malaka-Malaysia. Sebuah kota yang dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 2008. Kedatangan kami ke kota ini yang terlalu larut menyebabkan tak banyak yang bisa kami lakukan selain langsung menuju guest house kami. Tapi fajar pagi di kota ini sungguh cantik, terlebih dilihat dari teras lantai dua guest house kami yang berada di tepian sungai Malaka.
fajar hari pertama @guest house

Karena wilayahnya yang tidak terlalu luas, sepertinya melakukan eksplorasi Malaka dalam satu haripun cukup. Hanya saja, waktu itu kami terlalu bersemangat mencari Mesjid Malaka, yang ternyata cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Waktu yang kami punya memang tersita untuk mencari dan bertanya arah ke mesjid tersebut. Hampir seharian kami mencari Mesjid Malaka dengan berjalan kaki. Mungkin lebih dari 20 KM kami berjalan kaki [asumsi ini diambil setelah melihat rambu bertuliskan 20KM di jembatan-arah jalan menuju Mesjid Malaka], dimulai dari guest house kami di kawasan pecinan Jalan Kampung Pantai, Jonker, sampai ke Mesjid Malaka yang letaknya jauh di bibir pantai Selat Malaka. Sungguh perjalanan yang luar biasa. Dengan kondisi sarapan seadanya, kami sempet ragu dengan arah yang tengah kami tempuh. Takut kalau saja perjalanan sejauh ini berujung pada kekecewaan dengan tidak menemukan tempat yang dimaksud. 

Menyusuri proyek pengembangan di kanan kiri jalan menuju Mesjid, membuat semangat kami semakin menyusut, seperti balok es yang terlimpahi sinar matahari siang hari, seperti itulah keadaan kami. Tapi apapun yang terjadi, tak ada piilihan lain kecuali kami tetap menyusuri jalan setapak yang sepi, hanya ada orang-orang yang tengah memotong rumput disepanjang bibir pantai -yang kami ragu itukah Selat Malaka-. Kami meneruskan berjalan kaki, berharap agar pantai ini benar-benar akan mengantarkan kami ke Mesjid Malaka. 

Alhamdulillah -segala puji hanya milik Allah- ketakutan kami tak terbukti, sebaliknya keteguhan kami ternyata membuahkan hasil. di ujung perjalanan kami melihat bangunan kubah mesjid. Ternyata memang itu mesjid yang kami cari. Posisinya memang di bibir selat, area depan mesjid dipenuhi bangunan entah ruko atau apartemen yang berjejer seragam sama tinggi dengan cat warna warni. Sepertinya tengah dilakukan pengembangan besar-besaran di kawasan tersebut, terlihat dari gambar besar yang menutupi proyek tersebut. 

front side

left side


Beristirahat di gazebo kecil di halaman mesjid sambil menikmati angin pantai yang semilir, ditemani sisa minuman dan makanan ringan dari perjalanan sebelumnya, membuat semua kelelahan menjadi hilang, tergantikan oleh rasa damai. Memang betul bahwasanya rumah Allah akan selalu menghadirkan kedamaian bagi sesiapa yang mencari. Tak cuma kedamaian, makanan pun Allah sediakan bagi kami yang musafir.. hehe... Alhamdulillah,, berkah hari jumat di Mesjid Malaka, kami kebagian jatah makan siang. Sebungkus bihun goreng plus telor ceplok menjadi penyambung hidup kami yang kelelahan dan kelaparan [lebay dot com] :D

Perjalanan melelahkan mencari mesjid Malaka, tak lantas membuat kami lupa akan kegembiraan yang menyapa lebih dulu ketika mengunjungi icon icon Situs Warisan Dunia-Malaka :


Christ Church Melaka

Kincir Air Malaka

Museum Maritim Malaka
dan terakhir adalah Jonker Night Market, di sepanjang Jonker Street-Malaka. Tak asing lagi, kalau soal pasar malam, pasti yang mendominasi adalah kaumnya Jet Lee, hehe...