Senin, 05 Oktober 2015

Aku, dan Pekerjaanku

Menjadi perempuan yang bekerja memang tak gampang. Begitu banyak tantangan yang dihadapi. Tantangan untuk hati, idealisme, dan juga ego. Mungkin bukan bagi kaum perempuan saja, bagi laki-laki pun bisa jadi sama adanya.
1.EgoYaitu,persepsi seseorang tentang harga dirinya, yang seterusnya mempengaruhi keyakinan dirinya.taken from :psikologi2009.wordpress.com
Hari ini tak akan mengupas tentang apa itu ego dan lain sebagainya, hari ini hanya ingin menuliskan sesuatu yang datang dari pemikiran pribadi. Bahwa sebaik apapun kita bekerja, orang lain akan menganggapnya biasa saja. Bahkan ketika kau pertaruhkan idealisme atau mungkin mencoba tuli terhadap nurani, mereka tak akan pernah tahu. 

Ya,, karena setiap orang selalu merasa paling baik. Sehingga tak ada lagi ruang di hati dan pikiran mereka untuk menyanjung atau bahkan sebatas mengucapkan terima kasih. Tak ada empati, karena setiap orang sibuk dengan struggle nya masing-masing. Mungkin ini yang dinamakan individualisme. 

Dan, aku tak hendak menjadi satu diantara berjuta orang macam itu. Aku ingin senantiasa memelihara rasa empati, mencoba memahami dan menyelami pemikiran yang tercermin dalam tingkah dan tindakan.

Empati tak akan datang kepada hati yang keras, ia menyapa hati-hati yang lembut. 
Melakukan segala sesuatu sebaik mungkin yang aku mampu, dengan tetap mempertahankan batas batas kemampuanku. Sepandai mungkin memilah waktu untuk diri dan keluarga, tanpa abai terhadap tanggungjawab pekerjaan. Ya... sepertinya itu jalan yang paling bijak untuk kulakukan mengingat posisiku sebagai pegawai. 

Bertanggungjawab terhadap pekerjaan itu bukanlah bekerja tanpa henti, tiada jeda. Tapi, lebih kepada cerdas mengatur waktu. Memberikan hak yang layak untuk setiap hak yang harus ditunaikan. 
Kebosanan memang akan selalu hadir, terlebih ketika pekerjaan yang ditangani bersifat kontinyu dan monoton. Bijaksana sepertinya kalau sesekali mengambil jeda. Bukan, bukan untuk terlena dalam jeda itu, dan tidak menyelesaikan pekerjaan yang tertinggal. Tetapi rehat untuk menemukan semangat baru. Untuk lebih baik dalam bekerja dan menyelesaikan pekerjaan. Untuk meminimalisir kesalahan.

Semua rangkaian kata ini keluar, diawali oleh komentar seorang rekan kerja yang begitu menohok. "Kalo sibuk kenapa masih punya waktu untuk jalan-jalan." 
Jalan-jalan di waktu istirahat maksudnya. Pulang istirahat memang seringkali lebih dari waktu yang ditentukan. Tapi, masih dalam batas yang wajar saya pikir. Ya,, itu dia,, semua orang merasa paling bener. 

Tapi, kembali pada "bijak" dalam menilai. Setiap orang batasan struggle-nya berbeda, daya tahan terhadap stress nya juga berbeda. Jadi,, ya,, selama kita punya alasan yang masuk akal dan tidak dibuat-buat serta tidak berlebihan,, masih tidak masalah sepertinya.