Kamis, 07 Mei 2015

[Umrah] Catatan Hati

Mekah, Senin, 13 April 2015. Hari terakhir mulai berani thawaf sunnah sendirian. Sehabis subuh sambil menunggu dhuha, memberanikan diri thawaf sunnah sendirian. Mendengar rintihan doa dari para jamaah, dengan langit pagi yang bersih merasa semakin khusyu dengan doa yang terlantun.

Sehabis 7 putaran, memberanikan diri menerobos jamaah menuju ke rukun yamani, mencium bagian kabah yang tak tertutupi kain. Kemudian penerobosan yang kedua, kali ini tujuannya adalah hijr ismail. Alhamdulilllah, bisa shalat 2 rakaat disana. Doa yg kuminta adalah mengenai orang tua, dan kerelaan tentang Rabb, Dien, dan Rasul-ku, juga doa Ibrahim a.s. tentang anak keturunan yg sholeh.

Sambil beristighfar kucoba menerobos hajar aswad. Sedikit ragu, karena lebih sesak dari dua titik sebelumnya. Kuputuskan untuk mengurungkan niat. Ketika hendak keluar dari perputaran, tiba tiba seorang bapak menarik tanganku, dan bertanya dalam bahasa yang kumengerti,
'sudah dpt blm?'
'belum' kujawab.
'sini... sini.. ikuti saya... Pegang tangan saya.'

Dengan secepat kilat dia membawaku menerobos barisan jamaah yang sangat sesak di depan hajar aswad. Dari caranya menyingkirkan satu per satu jamaah, dan membukakan jalan untukku, terlihat sangat sangat cekatan, lihai dan mantap. Tak seberapa lama akupun berhasil mencium hajar aswad. Momen perjalanan menuju titik hajar aswad, tak henti kusebut.. Radhitubillahirabbaw wabilislamudiinaw wabimuhammadinnabiyyaw warasuula.. Untuk menjaga hati dari khurafat dan mengkulltuskan hajar aswad. Alhamdulillah, ga terlalu lama menunggu, akhirnya dapat kesempatan mencium hajar aswad.

Selama proses dari si bapak itu bertanya, terus menarik tanganku dan akhirnya mengantarkanku mencium hajar aswad, ada beberapa pertanyaan. Ada rasa syukur bahwa Allah telah mengirimkan seorang bapak yang begitu baik mau membukakan jalanku dan mengantarkanku mencium hajar aswad. Namun tak sedikit juga kecurigaan dan kebingungan. Pertanyaan yang tak serta merta terjawab. Posisiku saat itu yang tak memiliki pilihan selain mengikuti si Bapak yang menggenggam tanganku dan membawaku mendekati Hajar Aswad. 


Saat menciumnya, aku teringat akan salah satu sahabat utama rasul yang mencium hajar aswad hanya karena Rasul saw juga menciumnya, tanpa tahu alasannya pun beliau rela mencium hajar aswad, karena kecintaanya pada Rasul saw.

Kucoba menghadirkan rasa itu ketika menciumnya. Dengan penuh khusyu' kucium hajar aswad dengan diawali kalimat 'bismillahi Allahuakbar'. Ternyata bibir ini tak mau lepas dari batu hitam itu, dan tanpa sadar aku menjadi sedikit emosional, kuucap 'bismillahi Allahuakbar' sambil menangis dan sedikit berteriak, bersamaan dengan itu sang bapak menarikku keluar lingkaran sesak manusia, dengan memegang kepalaku sehingga aku tengadah. Subhanallah... Aku makin berteriak dengan kepala menghadap langit dan mata terpejam. Tak berapa lama kamipun berada diluar lingkaran manusia.

Satu hal yang kurasa aneh, si bapak ini tak mau melepaskan tangannya, dan tetap menggenggamku erat sampai kami tiba di tempat yang cukup lapang. Aku mencoba melepaskan genggamannya, sambil mengucapkan terima kasih banyak telah mengantarkanku mencium hajar aswad. Tapi si bapak seperti tak mendengarkanku, ia tetap menggengamku dan kemudain memintaku untuk sujud syukur setelah kami tiba di tempat yang lumayan luas. Setelah selesai aku sekali lagi mengucapkan terima kasih banyak sambil kucoba (atau barangkali sudah) mencium tangannya - tanda takzhim seorang anak pada bapaknya. Untuk lebih mengakrabkan diri aku bertanya nama dan daerah asalnya, sayangnya aku lupa nama yang dia sebutkan, tapi aku masih ingat kalo dia berasal dari Banjar, Kalimantan. Ternyata dia mukimin di Mekkah, kalo ga salah dengar sih dia sedang belajar disana (hal yang selanjutnya aku ragukan).

Di sela-sela jawabannya yang bersamaan dengan pertanyaanku, aku menangkap kata-kata yang janggal. Sulit mengingat dengan jelas apa yang dia katakan,, tapi satu kesimpulan dan arti dari kata-katanya adalah ia meminta sedekahku karena Allah telah mengijinkanku mencium hajar aswad melalui perantaranya. Ya.. Tanda syukur lah...

Si bapak menyebutkan angka 500 riyal [kalo tak salah ingat]. Aku terhenyak kaget, dan dengan kesadaran penuh sambil menyeka air mata dan mengendalikan emosi, kukeluarkan riyal pecahan 100 dan menyerahkannya pada si bapak. Ia nampak tak puas, dia minta ditambahkan lagi riyalnya sambil berkata kembali sebagai bentuk syukurku pada Allah, dan utk bersedekah padanya sebagai seorang mukimin asal Indonesia disana. Akhirnya kukeluarkan lagi pecahan riyal 100 dan kuserahkan padanya. Dia tetaap meminta lagi, lalu kubilang 'ga ada lagi pak...' akhirnya diapun nampak rela. Tak jelas lagi kudengar kata-katanya saat menutup 'transaksi' kami, karena aku langsung berlalu sambil mengucap terima kasih.

Berlalu dengan hati yang penuh tanya, mencoba mencerna apa yang telah terjadi, dan mencoba menghadirkan kesadaran penuh sambil senantiasa beristighfar.

Aku kemudian fokus pada tujuan berikutnya, shalat dhuha. Dengan perasaan kebas, [feeling so numb] aku tunaikan dhuha 4 rakaat dengan dua kali salam. Sesudahnya, masih dengan persaan tidak jelas, sendirian aku kembali ke hotel tempatku menginap. Di perjalanan, sekali lagi aku mencoba mencerna apa yang tadi terjadi. Apa kiranya yang hendak Allah sampaikan padaku.

Kemudian jari ini menuliskan sesuatu di note ponselku :
Can’t believe that I’m such a naive person. I haven’t change yet.

#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@

That’s my whole feeling that day.

Setelah kejadian itu, barulah teringat tentang 'calo-calo' di Masjidil Haram
Astaghfirullahal'adhiim....







Senin, 04 Mei 2015

My Routine ^__*

nemu catatan lagi, tapi kali ini di akun facebook-ku
draft nya per tanggal : 31 Oktober 2011
pukul : 16.14

belum sempet di publish,, karena memang masih gantung kalimatnya... 

@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*


mentari pagi hangat menyapa 
menemani setiap langkah dalam perjalan menuju tempat berkarya

membuka ruang kantor disuguhi pemandangan langit yang bersih

selamat datang kesibukan,,

kucoba menunaikan kewajibanku sebaik mungkin hari ini
berjam jam menatapi si layar datar dengan serius
terkadang tanpa ekspresi 

tetangga sebelah sama sibuknya
seolah kami berada di dunia yang berbeda

tak banyak bicara,, 
hanya keyboard yang tak henti berbunyi

siang datang ditandai suara muadzin dari mesjid kantor 
subhanallah,, suara yang selalu dirindu
ialah rehat jiwa raga yang senantiasa ditunggu. ===>> yang ini mah tambahan, biar ga ngegantung :P 


@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*@*