Mekah, Senin, 13 April 2015. Hari terakhir mulai
berani thawaf sunnah sendirian. Sehabis subuh sambil menunggu dhuha,
memberanikan diri thawaf sunnah sendirian. Mendengar rintihan doa dari para
jamaah, dengan langit pagi yang bersih merasa semakin khusyu dengan doa yang
terlantun.
Sehabis 7 putaran, memberanikan diri menerobos
jamaah menuju ke rukun yamani, mencium bagian kabah yang tak tertutupi kain.
Kemudian penerobosan yang kedua, kali ini tujuannya adalah hijr ismail.
Alhamdulilllah, bisa shalat 2 rakaat disana. Doa yg kuminta adalah mengenai
orang tua, dan kerelaan tentang Rabb, Dien, dan Rasul-ku, juga doa Ibrahim a.s.
tentang anak keturunan yg sholeh.
Sambil beristighfar kucoba menerobos hajar aswad.
Sedikit ragu, karena lebih sesak dari dua titik sebelumnya. Kuputuskan untuk
mengurungkan niat. Ketika hendak keluar dari perputaran, tiba tiba seorang
bapak menarik tanganku, dan bertanya dalam bahasa yang kumengerti,
'sudah dpt blm?'
'belum' kujawab.
'sini... sini.. ikuti saya... Pegang tangan saya.'
Dengan secepat kilat dia membawaku menerobos
barisan jamaah yang sangat sesak di depan hajar aswad. Dari caranya
menyingkirkan satu per satu jamaah, dan membukakan jalan untukku, terlihat
sangat sangat cekatan, lihai dan mantap. Tak seberapa lama akupun berhasil
mencium hajar aswad. Momen perjalanan menuju titik hajar aswad, tak henti
kusebut.. Radhitubillahirabbaw wabilislamudiinaw wabimuhammadinnabiyyaw warasuula..
Untuk menjaga hati dari khurafat dan mengkulltuskan hajar aswad. Alhamdulillah,
ga terlalu lama menunggu, akhirnya dapat kesempatan mencium hajar aswad.
Selama proses dari si bapak itu bertanya, terus
menarik tanganku dan akhirnya mengantarkanku mencium hajar aswad, ada beberapa
pertanyaan. Ada rasa syukur bahwa Allah telah mengirimkan seorang bapak yang
begitu baik mau membukakan jalanku dan mengantarkanku mencium hajar aswad. Namun tak sedikit juga kecurigaan dan kebingungan. Pertanyaan yang tak serta merta terjawab. Posisiku saat itu yang tak memiliki pilihan selain mengikuti si Bapak yang menggenggam tanganku dan membawaku mendekati Hajar Aswad.
Saat
menciumnya, aku teringat akan salah satu sahabat utama rasul yang mencium hajar
aswad hanya karena Rasul saw juga menciumnya, tanpa tahu alasannya pun beliau
rela mencium hajar aswad, karena kecintaanya pada Rasul saw.
Kucoba menghadirkan rasa itu ketika menciumnya. Dengan
penuh khusyu' kucium hajar aswad dengan diawali kalimat 'bismillahi
Allahuakbar'. Ternyata bibir ini tak mau lepas dari batu hitam itu, dan tanpa
sadar aku menjadi sedikit emosional, kuucap 'bismillahi Allahuakbar' sambil
menangis dan sedikit berteriak, bersamaan dengan itu sang bapak menarikku
keluar lingkaran sesak manusia, dengan memegang kepalaku sehingga aku tengadah. Subhanallah... Aku makin berteriak dengan kepala
menghadap langit dan mata terpejam. Tak berapa lama kamipun berada diluar
lingkaran manusia.
Satu hal yang kurasa aneh, si bapak ini tak mau
melepaskan tangannya, dan tetap menggenggamku erat sampai kami tiba di tempat
yang cukup lapang. Aku mencoba melepaskan genggamannya, sambil mengucapkan
terima kasih banyak telah mengantarkanku mencium hajar aswad. Tapi si bapak
seperti tak mendengarkanku, ia tetap menggengamku dan kemudain memintaku untuk
sujud syukur setelah kami tiba di tempat yang lumayan luas. Setelah selesai aku
sekali lagi mengucapkan terima kasih banyak sambil kucoba (atau barangkali
sudah) mencium tangannya - tanda takzhim seorang anak pada bapaknya. Untuk
lebih mengakrabkan diri aku bertanya nama dan daerah asalnya, sayangnya aku
lupa nama yang dia sebutkan, tapi aku masih ingat kalo dia berasal dari Banjar,
Kalimantan. Ternyata dia mukimin di Mekkah, kalo ga salah dengar sih dia sedang
belajar disana (hal yang selanjutnya aku ragukan).
Di sela-sela jawabannya yang bersamaan dengan
pertanyaanku, aku menangkap kata-kata yang janggal. Sulit mengingat dengan
jelas apa yang dia katakan,, tapi satu kesimpulan dan arti dari kata-katanya
adalah ia meminta sedekahku karena Allah telah mengijinkanku mencium hajar aswad
melalui perantaranya. Ya.. Tanda syukur lah...
Si bapak menyebutkan angka 500 riyal [kalo tak
salah ingat]. Aku terhenyak kaget, dan dengan kesadaran penuh sambil menyeka
air mata dan mengendalikan emosi, kukeluarkan riyal pecahan 100 dan
menyerahkannya pada si bapak. Ia nampak tak puas, dia minta ditambahkan lagi
riyalnya sambil berkata kembali sebagai bentuk syukurku pada Allah, dan utk
bersedekah padanya sebagai seorang mukimin asal Indonesia disana. Akhirnya
kukeluarkan lagi pecahan riyal 100 dan kuserahkan padanya. Dia tetaap meminta
lagi, lalu kubilang 'ga ada lagi pak...' akhirnya diapun nampak rela. Tak jelas
lagi kudengar kata-katanya saat menutup 'transaksi' kami, karena aku langsung
berlalu sambil mengucap terima kasih.
Berlalu dengan hati yang penuh tanya, mencoba
mencerna apa yang telah terjadi, dan mencoba menghadirkan kesadaran penuh
sambil senantiasa beristighfar.
Aku kemudian fokus pada tujuan berikutnya, shalat
dhuha. Dengan perasaan kebas, [feeling so
numb] aku tunaikan dhuha 4 rakaat dengan dua kali salam. Sesudahnya, masih
dengan persaan tidak jelas, sendirian aku kembali ke hotel tempatku menginap.
Di perjalanan, sekali lagi aku mencoba mencerna apa yang tadi terjadi. Apa kiranya
yang hendak Allah sampaikan padaku.
Kemudian jari ini menuliskan sesuatu di note ponselku :
Can’t believe that I’m such a naive person. I
haven’t change yet.
#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@#@
That’s my whole feeling that day.
Setelah kejadian itu, barulah teringat tentang 'calo-calo' di Masjidil Haram
Astaghfirullahal'adhiim....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar